BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
ilmu kedokteran dewasa ini telah memberikan dampak yang besar bagi dunia
kesehatan di dunia. Kemajuan tersebut dapat meningkatkan tingkat harapan hidup
para pasien. Salah satu kemajuan tersebut adalah dalan bidang transplantasi
organ tubuh manusia. Teknik ini memungkinkan seseorang dapat mengganti bagian
tubuhnya yang rusak atau sudah tidak dapat berfungsi lagi dengan bagian tubuh
orang lain supaya dia dapat hidup normal. Tentu saja kemajuan di bidang transplantasi
ini membantu banyak orang, akan tetapi adanya teknik transplantasi ini juga
mendatangkan beberapa masalah yang berdampak atas moralitas. Kemajuan dalam
ilmu pengetahuan medis telah memungkinkan dilakukannya transplantasi organ
dengan namun demikian beberapa prosedur yang ditawarkan mungkin dapat dilakukan
tetapi secara moral tidak dapat diterima. Apa yang secara teknologis mungkin,
tidak selalu baik secara moral. Dalam menilai moralitas suatu prosedur, orang
wajib mempertahankan martabat pribadi manusia, yang sekaligus tubuh dan jiwa.
Masalah moral tersebut antara lain meliputi perdagangan organ tubuh manusia.
Perdagangan
organ manusia di dunia semakin marak, terutama di pasar gelap. Hal ini
merupakan perpaduan antara kemiskinan dan kejahatan terorganisasi berskala
global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000
pencangkokan hati. Padahal, berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan
sebenarnya paling sedikit 90.000. Selain itu, permintaan akan ginjal juga
melebihi persediaan yang ada. Hasilnya, harga organ tubuh melonjak tajam. Ini
menjadi salah satu faktor pendukung maraknya perdagangan organ tubuh manusia di
pasar gelap. Di Mesir, sebuah ginjal berharga USD5.300, sementara di
Istanbul,Turki, harganya bisa mencapai USD30.700. Di China, harga liver bahkan
menembus USD34.380. Bagaimana dengan di Indonesia? Walaupun perdagangan organ
tubuh di Indonesia belum seperti di China, potensi untuk menuju kesana terbuka
lebar. Oleh sebab itu, kami akan mengkaji tentang bagaimana etika dan hukum
kesehatan di Indonesia mengatur transplantasi organ tubuh.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan
utama pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah etika dan
hukum kesehatan. Selanjutnya pembahasan masalah transplantasi organ tubuh manusia
ini bertujuan untuk mendalami bagaimana etika dan hukun kesehatan di Indonesia
mengatur masalah transplantasi organ tubuh. Selain itu, makalah ini juga di
harapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas bagaimana prosedur
transplantasi organ baik kepada pendonor maupun kepada pihak yang menerima.
C.
Rumusan Masalah
1.
Sejarah dan pengertian transplantasi organ tubuh ?
2.
Metode dan bagaimanan transplantasi organ tubuh ?
3.
Bagaimana etika dan moral mengenai transplantasi organ tubuh ?
4.
Bagaimana hukum di Indonesia mengatur proses transplantasi organ?
4.
Dan bagaimana pandangan Agama terhadap transplantasi organ tubuh manusia ?
E.
Metode Penelitian
Metode
yang digunakan dalam pembahasan kaitan etika dan hukum kesehatan dengan
transpalantasi organ adalah metode tinjauan pustaka.
F.
Sistematika Penulisan
Penulisan
makalah dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pertama pendahuluan yang berisi
latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penelitian serta sistematika
penulisan, tahap kedua yang berisi tentang pembahasan etika dan hukum kesehatan
di Indonesia yang terkait dengan transplantasi organ dan yang terakhir adalah
penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
ISI
A. Sejarah Transplantasi Organ Tubuh
Tahun 600 SM di India, susruta telah
melakukan transplantasi kulit. Sementara jaman Renaissance, seorang ahli
bedah dari Italia bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal
yang sama. Diduga John Hunter (1728-1793) adalah pioneer bedah
eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu
membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan
transpalntasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistem golongan
darah dan sistem histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi
terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke-20 wiener dan landsteiner
menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah
sistem ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin
berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan
teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan
ditemukannnya metode-metode pencangkokan, seperti :
1) Pencangkokkan
arteria mammaria interna didalam operasi lintas koroner oleh Dr. George
E.Green.
2) Pencangkokkan
jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard,
walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
3) Pencangkokkan sel-sel
substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita parkinson
oleh Dr. Andreas Bjornklund.
B.
Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi organ adalah pemindahan
suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ketempat lain pada
tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu.
Tujuan utama
transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima dapat
dibedakan menjadi :
1) Autotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri.
2) Homotransplantasi,
yaitu pemindahan suatau jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
tubuh orang lain.
3) Heterotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
C. Jenis-jenis transplantasi
Hingga
waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik
berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:
1) Autograft,
yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.
2) Allograft,
yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.
3) Isograft,
yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada
kembar identik.
4) Xenograft,
yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama ke
spesiesnya.
Organ
atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi
meninggal adalah mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari
donor hidup adalah kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (transfusi darah).
Organ/ jaringan yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pankreas, paru-paru dan sel otak. Dalam dua dasawarsa terakhir ini telah pula
dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna
dalam operasi lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel
substansi nigra dari bayi yang meninggal kepada pasien penyakit Pakinson. Semua
upaya dalam bidang transplantasi tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu
memerlukan dari sudut hukum dan etik kedokteran.
D. Komponen-Komponen Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi,
yaitu :
1) Eksplantasi, yaitu usaha mengambil
jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2) Implantasi, yaitu usaha menempatkan
jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang
lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang
keberhasilan tindakan traplantasi, yaitu :
a) Adaptasi donasi, yaitu usaha dan
kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ
tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan
atau organ.
b) Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan
diri dari penerima atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau
menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang
sudah tidak dapat berfungsi lagi.
E. Metode Transplantasi
Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan
metode-metode pencangkokan, seperti :
1. Pencangkokan arteria mammaria
interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E. Green.
2. Pencangkokan jantung, dari jantung
ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian
meninggal dalam waktu 18 hari.
3. Pencangkokan sel-sel substansia
nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas
Bjornklund.
F. Kategori Transplantasi Organ
Tubuh
Transplantasi dapat dikategori kepada tiga tipe, yaitu :
1) Donor dalam
keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini diperlakukan seleksi yang cermat dan harus
diadakan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap dan
menyeluruh) baik terhadap donor, maupun terhadap resipien. Hal ini dilakukan
demi untuk menghindari kegagalan transplantasi.
2) Donor dalam
keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma,atau di d uga kuat akan
meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat
kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya bantuan alat pernafasan khusus.
3)
Donor dalam keadaan meninggal. Dalam
tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil ketika donor sudah
meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis.
G. Masalah Etik dan Moral dalam
Tranplantasi Organ
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi
adalah donor hidup, jenazah dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resepien,
dokter dan pelaksana lain, dan masyarakat. Hubungan pihak-pihak itu dengan
masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian
dibawah ini,
1.
Donor Hidup.
Adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya kepada
orang lain (resepien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus
mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis,
pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan
jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor,
sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan emosi
harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya
masalah.
2.
Jenazah dan donor mati.
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau
berniat dengan sungguh-sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya
kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat
dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu
sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu
untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim
pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
3.
Keluarga donor dan ahli waris.
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan
untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin
atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien
sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan
tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya
rasa tidak puas kedua belah pihak.
4.
Resipien.
Adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain.
Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang
dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien
harus benar-benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana
transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai
yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil
transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa
jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat
berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
5.
Dokter dan tenaga pelaksana lain.
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus
mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak.
Ia wajib menerangkan hal-hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan
transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat
dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan kepentingan pribadi.
6.
Masyarakat.
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan
perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan,
pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar
lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya
pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlukan, atas tujuan
luhur, akan dapat diperoleh.
H. Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya
terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ
tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada
indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
1)
Pasal 2
Seorang
dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
2)
Pasal 10
Setiap
dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
3)
Pasal 11
Setiap dokter
wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
I. Aspek
Hukum Transplantasi
Dari
segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini
adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana
penganiayaan. Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham
melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam
pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia,
tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
1) Pasal
1
a) Alat tubuh manusia
adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel
dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b) Jaringan adalah
kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
c) Transplantasi adalah
rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia
yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d) Donor adalah orang
yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk
keperluan kesehatan.
e) Meninggal dunia
adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa
fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:
2) Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan
tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan
tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia.
3) Pasal 11
a.
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.
b.
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh
dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
4) Pasal 12
Dalam
rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang
tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
5) Pasal
13
Persetujuan
tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.
6) Pasal
14
Pengambilan
alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank
Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan
tertulis keluarga yang terdekat.
7) Pasal
15
a.
Sebelum persetujuan tentang
transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,
calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
b.
Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat 1 harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari
sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
8)
Pasal 16
Donor
atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
9)
Pasal 17
Dilarang
memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.
10)
Pasal 18
Dilarang
mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk
ke dan dari luar negeri. Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa
alat dan atau jaringan tubuh manusia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada
setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan.
Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri
haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong
dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
11)
Pasal 33
1.
Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan
atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
2. Transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan
komersial.
12)
Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan
tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.
J.
Transplantasi Organ dari Segi Agama:
1. Tansplantasi Organ
dari Segi Agama Islam
a. Transplantasi
Organ Dari Donor Yang Masih Hidup, mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan
kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Hukumnya tidak
diperbolehkan, Berdasarkan
firman Allah SWT dalam Al – Qur’an :
1)
surat Al –
Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2) An – Nisa ayat
29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu
sendiri ”
3) Al – Maidah
ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. “
b.Transplantasi
Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Allah
telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa
menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan
dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan
tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin
Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar
pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti
penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa
mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan
dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya
orang hidup.
2. Transplantasi
Organ dari Segi Agama Kristen
Di alkitab tidak dituliskan mengenai
mendonorkan organ tubuh, selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu
boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa
orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan
imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi bila
si pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena saat kita
masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat kita sudah
mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita.
3. Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik
Gereja menganjurkan kita untuk
mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor
kita sudah benar-benar mati artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita
yang mati, seperti koma, vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu
kalau kita dalam keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup
orang lain dengan menjadi donor.
Kesimpulannya bila donor tidak
menuntut kita harus mati, seperti donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata,
rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk
melakukannya. Sedangkan menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh
lainnya dimana donor tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita
sebagai umat Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat,
kematian klinis atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu
sampai si donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak
ada halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.
4.
Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha
Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan
badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan
pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan
yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota tubuh
tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan
normal. Ia yang telah berdonor kornea mata misalnya, tetap akan terlahir
dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu
bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya
dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat
dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.
5. Transplantasi Organ dari Segi Agama
Hindu
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat
dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang
menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan
kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ
tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas
prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan
dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih
bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai
berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naro’parani, tatha
sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya
seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang
Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan
lama yang tiada berguna. Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya
unutk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan
tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat
manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap transplantasi organ tubuh
sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajuan teknologi dibidang
kedokteran memungkinkan terjadinya transplantasi organ tubuh manusia. Hal ini
saat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia karena dengan transplantasi
organ-organ tubuh manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi lagi dengan
normal dapat digantikan dengan organ yang masih berfungsi dengan baik. Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri banyaknya masalah yang muncul akibat kemajuan teknologi
ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Transplantasi boleh saja dilakukan
dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan berupa hukum kesehatan dan etika
kedokteran yang berlaku di Indonesia. Dengan memperhatikan hukum kesehatan dan
etika yang berlaku maka usaha mulia
untuk menolong pasien yang memiliki masalah dengan salah satu organ tubuhnya
dapat terlaksana.
B. Saran
Upaya yang dilakukan oleh manusia
untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dapat dilakukan dengan
semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, sebaikny para dokter tidak menyalahgunakan
keahliannya dalam transplantasi untuk tujun-tujuan kemersial semata seperti
jual-beli organ. Karena jika dokter tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum maka tidak akan bisa terjadi jual-beli organ karena yang mampu
mengambil dan memindahkan organ-organ tersebut hanya dokter. Selain itu para
penjual organ juga haraus menyadari kalau menjual organ tubuh kita sendiri
dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Oleh sebab itu, Pemerintah hendaknya
melarang keras dengan hukum yang berlaku bagi mereka yang menjual organ tubuh
dengan tujuan komersil. Dengan menjual organ tubuh tersebut, secara tidak
langsung mereka menjual pemberian Allah SWT yang paling berharga dan tak ternilai
harganya yaitu hidup sebagai makhluk yang sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
http://nanny-lintangamma.blogspot.com/2011/11/transplantasi-organ-di-pandang-dari.html
http://nursing-transplan.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar